SELAMAT DATANG DI BLOG OPBS

MAN 1 SURAKARTA

Program Boarding School Sains Riset dan Teknologi MAN 1 Surakarta adalah salah satu program unggulan jurusan IPA yang menyediakan fasilitas asrama dan pengembangan diri untuk siswanya. Program ini diharapkan untuk menyiapkan peserta didik yang berakhlakul kharimah, taat dalam beribadah, dan mempunyai bidang keahlian sains, bahasa Inggris, dan ICT (Information and Communication Technologies) sehingga mampu mengembangkan diri sebagai intelektual muslim.

Our Account

YOUTUBE

Visit

INSTAGRAM

Visit

TWITTER

Visit

BLOG

Visit

Mading Dan Kegiatan

Sabtu, 17 Juli 2021

HARI BUKU

HARI BUKU

 

 

Hari Buku Sebagai Sarana Untuk Meningkatkan Minat Literasi




Hari Buku Nasional atau Harbuknas diperingati setiap tanggal 17 Mei, hal ini berbeda dengan Hari Buku Sedunia yang diperingati pada tanggal 23 April. Hari buku ini ditetapkan sejak tanggal 17 Mei 2002. Hari buku ini bertujuan untuk mempromosikan peran membaca, penerbitan, dan hak cipta.

Sejarah penetapan tanggal 17 Mei sebagai Hari Buku di Indonesia sendiri karna ide dari Abdul Malik Fajar, Menteri Pendidikan Indonesia pada tahun 2002. Penetapan tangga 17 Mei juga bertepatan dengan peringatan berdirinya gedung Perpustakaan Nasional, hal ini dimaksudkan untuk menunjukan filosofi bahwa buku sangat erat kaitannya dengan perpustakaan.

Ditetapkannya Hari Buku itu dilatar belakangi kondisi bangsa Indonesia yang ketika itu masih lebih banyak mempertahankan tradisi lisan dibanding menjawab tuntutan informasi dengan banyak membaca. Secara umum masyarakat masih memiliki tradisi menyebarkan informasi dari mulut ke mulut dari pada membaca.

Selain itu, juga karena melihat kondisi memprihatinkan Indonesia yang rata-rata hanya ada 18 ribu judul buku yang dicetak setiap tahunnya, jumlah tersebut jauh dibawah Jepang dengan 40 ribu judul pertahunnya dan China dengan 140 ribu judul buku pertahunnya.

Tujuan utama dari didakannya Hari Buku Nasional adalah agar dapat meningkatkan angka melek huruf dan angka literasi masyarakat Indonesia. Tingkat melek huruf Indonesia pada penduduk berusia diatas 15 tahun, pada 2002 hanya 87,9%, angka tersebut kalah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara seperti Malaysia (88,7%), Vietnam (90,3%), dan Thailand (92,6%) di tahun yang sama.

Pada Maret 2016, Central Connection State University merilis survei minat baca pada setiap negara di dunia. Hasilnya, Indonesia menduduki peringkat ke-60 dari 61 negara yang disurvei. Dari data tersebut menunjukan bahwa minat literasi Indonesia sangat rendah.

UNESCO juga menyatakan bahwa minat baca Indonesia sangat memprihatinkan, presentasenya hanya 0,001%, yang artinya hanya ada 1 dari 1000 orang yang rutin membaca. Word Bank meriis laporan bahwa dari penduduk Indonesia yang rutin membaca, lebih dari setengahnya, yaitu 55%, mengalami buta huruf fungsional, yang artinya masih banyak yang “kurang” memahami informasi yang dibaca.

Di zaman serba teknologi saat ini masih ada sekitar 1,93% penduduk Indonesia yang buta huruf, berdasarkan laporan BPS 2020 .Pada pandemi Covid-19, angka buta huruf mengalami peningkatan dari 1,78% (pada 2019) menjadi 1,93% (pada 2020). Artinya masih ada sekitar 5.237.053 penduduk Indonesia yang mengalami buta huruf.

Para Penduduk Indonesia yang mengalami buta huruf itu sebagian besar tersebar di enam provinsi di Indonesia, mencangkup Papua (21,9%), Nusa Tenggara Barat (7,46%), Nusa Tenggara Timur (4,24%), Sulawesi Selatan (4,22%), Sulawesi Barat (3,98%), dan Kalimantan Barat (3,82%).

Dengan adanya Hari Buku dapat diharapkan dapat meningkatkan minat literasi dan mengurangi presentasi masyarakat buta huruf di Indonesia.

 














 

Gerimis  

Langit cerah, sedikit mendung. Matahari bersinar lembut seperti biasa. “Udan Kethek” (Hujan Monyet), begitulah beberapa daerah menyebutnya. Hujan, namun matahari tidak tertutup awan, tetap bersinar. Kontras dengan suasana pagi yang tenang dan damai, suasana di sebuah kelas terasa ramai.

Jamkos. Alasan yang membuat kelas itu lebih berisik dibanding biasanya. Setelah pelajaran matematika yang membosankan, jamkos ini memang waktu yang tepat untuk membuang penat di pelajaran sebelumnya.

Beberapa anak terlihat berkumpul di meja, berbisik-bisik. Sesekali berseru kencang, lalu berbisik-bisik lagi. Beberapa ada yang bermain di lantai, duduk melingkar. Membuat beberapa meja dan kursi tergeser. Ada juga yang berkeliaran di teras kelas. Masuk saat ada guru yang lewat, lantas keluar lagi saat guru itu sudah pergi. Lalu ada yang pergi ke kantin, jajan. Membawa makanan ke dalam kelas. Lalu ada yang menyanyi tidak jelas di depan kelas, konser dadakan dengan suara pas pasan.

Selain anak anak yang berisik ada juga yang terlihat tenang. Mencatat materi matematika yang tertinggal, atau tidur. Tidur di meja, tidur di lantai, dimanapun tempat yang enak untuk tidur.

Begitu juga dengan dua anak perempuan yang duduk di pojok kelas. Mereka terlihat tenang, seolah tidak terpengaruh oleh keributan di kelas mereka. Mereka sedang membaca. Terlihat beberapa novel bertumpuk di atas meja.

“lagi baca novel apa Shei?” Suara Veya yang datang memecah fokus Sheira.

Sheira menoleh, hendak menjawab. “Baca—“

“Ohh yang judulnya benda benda langit itu ya?” Veya lebih dulu memotong ucapan Sheira, mengamati novel yang sedang dibaca Sheira.

“Tuh kan kebiasaan motong omongannya orang.” Bukannya menjawab, Sheira malah mengomeli Veya.

“Heheh.. maaf Shei.” Veya menangkupkan tangan di depan dada, meminta maaf. “Eh tapi bukannya kamu sudah baca sampai yang cover abu abu tua itu? Yang kamu baca ini kan bulan”

“Baca ulang. Soalnya ceritanya bagus banget, dibaca ulang pun enggak bosen.” Sheira menjawab sambil kembali membaca novel.

Veya memperhatikan beberapa novel di atas meja, mengambilnya satu, membuka sembarang halaman. “Iya sih, dulu aku pernah baca sampai bintang memang bagus. Tapi aku baca lewat pdf, dikasih teman.”

“Ilegal.”

Veya dan Sheira menoleh. Itu suara Anna. Dari tadi Anna hanya diam, fokus membaca novelnya. Saat ini pun dia tidak mengalihkan pandangannya, tetap fokus membaca. Sepertinya Anna sekilas mendengar percakapan Veya dan Sheira.

“Eh, emangnya iya Ann?” Veya menatap Anna.

Anna diam, masih fokus membaca. Tahu orang yang dia tanyai tidak akan menjawab, Veya menoleh pada Sheira, meminta jawaban.

“Iya, ilegal. Soalnya itu kayak pelanggaran hak cipta begitu kan. Yang berhak memperbanyak itu kan pemilik hak ciptanya. Jadi kalau mau mengumumkan atau memperbanyak harus dapat izin penciptanya. Memang ada sih penulis yang mengizinkan e-book-nya diunduh secara gratis, tapi kan cuma beberapa. Kalau aku sih lebih suka baca  novelnya langsung saja daripada pdf. Lihat layar hp sama laptop lama lama kan enggak enak di mata.” Sheira menjawab pertanyaan Veya.

“Kalo buku bajakan itu juga gaboleh ya?”

“Enggak boleh lah. Apa sih untungnya beli yang bajakan. Walaupun murah tapi kan kualitasnya buruk banget, terus juga merugikan banyak pihak. Merugikan penulis, editor, sama penerbit dan toko bukunya. Habis itu juga bisa kena denda loh. Pokoknya jangan deh beli buku bajakan.”

“Oke!” Veya menyatukan ibu jari dan telunjuknya, membuat tanda. Veya melihat lihat lagi buku yang ada di atas meja. “Eh, yang ini lanjutannya bintang kan, aku belum baca. Aku mau pinjam ya?”

“Oh itu novelnya Anna.” Sheira yang menjawab.

“Pinjam ya Ann?”

“Iya.” Anna menjawab singkat, masih tetap membaca.

“Eh Vey,” Sheira menyikut Veya, berbisik. “Kalau pinjam novelnya Anna halamannya jangan ditekuk, jangan sobek, pembatasnya jangan hilang, jangan basah, jangan kotor, jangan dibuka lebar lebar apalagi kalau masih baru. Pokoknya banyak jangan-nya. Hati- hati ya pinjamnya. Kalau rusak sedikit saja yang punya bisa marah”

Veya tertawa kecil, mengiyakan perkataan Sheira.

“Gausah bisik-bisik. Kedengaran sampai sini tahu.” Anna berseru ketus.

Sheira tertawa. “Maaf ya Ann. Tapi benar kan, kamu itu kalau sama novel dirawat banget kayak gaboleh tergores sedikitpun begitu.”

“Kan biar awet.” Anna berseru lagi.

Sheira menoleh pada Veya, “Tahu gak vey, dirumahnya banyak novel. Apalagi yang penulisnya novel ini, komplit.” Sheira menunjuk novel yang dibacanya. “Dijamin betah kalau main kerumahnya.”

“Wihh, enak banget ya bisa ngoleksi banyak novel begitu. Kalau aku mana bisa, sudah tergoda buat beli yang lain.” Wajah Veya terlihat riang. “Aku waktu libur panjang nanti mau baca novel seharian dirumah ah.”

“Jangan cuma baca novel, baca buku yang lain juga.” Anna berkata pelan.

Mirror ya Anna sayang. Padahal kamu juga suka banget baca novel. Tuh, dari tadi kamu enggak nengok ke kita sama sekali loh, Cuma nyahut-nyahut, lihatnya ke novel terus.” Sheira mulai mengomel.

“Kamu jadi jarang bersosialisasi sama sekitarmu kan, enggak memperhatikan. Baca buku, komik, novel, itu boleh yang penting enggak berlebihan. kamu itu juga sedikit-sedikit baca novel. Jamkos baca novel, jam istirahat baca novel, aku curiga jangan jangan waktu pelajaran kamu diam-diam baca novel ya Ann?” Sheira menyelidik, menatap Anna. Yang ditatap sedang fokus membaca novel.

“Tuh kan! Enggak nggagas. Tadi dengerin aku ngomong enggak sih?” Sheira menyenggol lengan Anna.

Anna menoleh, mengangkat satu alisnya, raut mukanya seolah bertanya ‘kenapa?’. Sheira menghela nafas pelan, sudah biasa menghadapi sifat Anna.

“Eh, besok libur kan, mau ke Gramed enggak?” Veya mengalihkan topik.

Anna mengangguk.

“Ayo! Aku sudah lama enggak ke gramed deh. Aku mau beli buku terbarunya serial bumi.” Sheira terlihat antusias, melupakan kekesalannya pada Anna.

“Aku udah punya dirumah.” Anna menoleh pada Sheira.

“Demi apaa!? Yang cover putih sama abu-abu itu?”

“Iya.” Anna menganggguk lagi.

“Kok enggak bilang sih. Yaudah besok habis ke gramed mampir rumahmu ya Ann. Gausah beli deh, hemat uang jajan.”

“Iya.”

 

***

 

Esoknya. Veya dan Sheira sudah di gramedia sejak satu setengah jam yang lalu. Tapi batang hidung Anna belum juga terlihat.

“Aduh si Anna ini kebiasaan deh kalo main datangnya paling akhir. Nanti kalau pada mau pulang baru datang.” Sheira menggerutu kesal. Mereka sedang diantara rak rak buku, melihat-lihat novel.

“Mungkin lagi dijalan Shei.”

“Rumah dia deket loh Vey dari sini.”

“Eh, ya gatau Shei. Coba di chat.” Usul Veya.

“Oh iya ya.” Sheira hendak mengambil ponsel di dalam tas.

Tapi suara notifikasi lebih dulu menyahut. Ternyata itu chat dari Anna. Sheira membacanya sekilas, mendengus pelan, lantas mengetikkan jawaban.

“Siapa Shei?”

“Anna. Disuruh langsung ke rumahnya aja. Katanya disuruh jaga adik dirumah, orang tuanya pergi.” Sheira menjelaskan.

“Yaudah yuk. Aku mau bayar ini dulu, terus kita ke rumah Anna.” Veya beranjak pergi ke kasir sambil membawa novel yang akan Ia beli.

“Oke.”

Setelah Veya membayar novelnya, mereka keluar dari gramedia. Setelah memesan taksi online. Sheira sempat mengomel soal kenapa Anna tidak mengabari dari awal, jadi mereka tidak usah menunggu lama di gramed. Veya hanya tertawa menanggapi perkataan Sheira.

Tidak sampai lima belas menit, mereka sampai di rumah Anna. Sheira mengomel pada Anna, yang hanya dibalas anggukan saja. Veya sempat bertanya dimana adik yang harus dijaga Anna. Anna menjawab sekilas, tidur.

Mereka menuju ruang baca. Sheira langsung meminjam novel milik Anna, sedangkan Anna menyiapkan minuman dan beberapa camilan dibantu Veya. Lalu mereka bertiga duduk tenang di ruang baca rumah Anna.

Hening. Entah sudah berapa menit berlalu. Sesekali terdengar suara lembaran buku di balik, juga suara camilan yang dimkan.

Sheira menutup novelnya sejenak saat mendengar suara seseorang.

“Loh, nangis Vey?”

“Ali baper banget aaaaa.” Veya mengusap air mata di pipinya.

Sheira tetawa sejenak, “Itu mesti waktu study wisata ya. Tapi akhirnya nanti enggak jadi—“

“Gausah spoiler.” Anna menyahut.

Sheira tertawa lagi, mendekati Veya, “Terus Ily itu sebenarnya enggak..” Sheira berbisik. “Tapi buku tentang itu masih belum terbit.”

Veya yang mendengar perkataan Sheira berseru, “Weh?! Beneran?” wajahnya terlihat antusias, melupakan fakta beberapa saat yang lalu Ia masih menangis.

“Tuh, yang di spoilerin saja enggak keberatan.” Sheira melirik Anna.

“iya, iya.” Anna balik melirik Sheira sekilas.

Veya mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruang baca. Setelah diperhatikan baik-baik ruang baca ini memang sangat rapi, ditata sesuai tinggi, judul, dan penulisnya. Selain novel-novel remaja, juga ada buku seri anak—mungkin bacaan untuk adik Anna, komik, beberapa ensiklopedia, majalah, dan buku lainnya.

“Rapi banget ya bukunya, banyak banget lagi. Sekeluarga suka baca semua ya Ann?” Veya menoleh pada Anna. Anna mengangguk.

“Gimana sih caranya biar buku itu tetap bagus? Kalau aku punya buku pasti akhirnya ada yang sobek lah, atau lecek lah. Apalagi buku pelajaran.”

“Disampul lah.” Sheira menyahut

“Eh, tapi itu kadang enggak pas sama bukunya.”

“Dipotong lah, terus dilipat.”

“Ribet banget.”

“Memang ribet sih, tapi kan bikin bukunya rapi sama gak gampang sobek. Kalau aku sih lebih suka sampul yang gulungan.”

“Ohh, yang nempel sendiri itu kan.”

Sheira mengiyakan. “Terus selain itu jangan baca sambil makan-minum. Apalagi kalo tangan basah habis apa gitu, atau ada bekas remah makanan, nanti bisa bikin buku jadi kotor. Terus jangan simpan buku di tempat yang lembab. Oh satu lagi, jangan lupa rutin bersihkan buku dari debu.”

Veya ber-oh panjang.

“Bisa juga kayak Anna tuh. Kalo buku dipinjam ke orang banyak gabolehnya.” Sheira tertawa.

Veya juga tertawa pelan, mengangguk-angguk. Itu saran yang boleh dicoba.  

Mereka mengobrol lagi, Anna hanya memperhatikan. Sesekali bergabung dalam obrolan kedua temannya, lalu lanjut kembali membaca novel.

“Tahu enggak, aku pernah baca. Di luar negeri ada yang santai pada ninggalin buku di pinggir jalan begitu. Jadi mereka naruh buku-buku bertumpuk disitu, enggak takut ada yang nyuri. Karena mereka percaya pencuri gak akan membaca buku, dan orang yang membaca buku enggak akan mencuri.” Sheira berkata lagi.

“Wihh, bisa ya kayak gitu.” Veya menanggapi.

Anna beranjak ke dapur, hendak membawa camilan dan minuman baru, yang tadi sudah habis. Ia juga hendak menengok adiknya apakah masih tidur pulas. Saat di dapur, samar-samar terdengar suara Sheira atau seruan Veya. Hening sejenak. Tak lama kemudian Sheira dan Veya menyusul Anna di dapur, membantu menyiapkan minuman dan membawa camilan.

“Aduh, makasih ya Ann, udah disiapin camilan lagi yang baru. Kan jadi enak.” Sheira menyeringai kecil. Anna mengangguk.

“Besok-besok boleh main lagi kan Ann?” Veya yang mendengar perkataan Sheira juga tertawa, bertanya pada Anna. Anna mengangguk lagi, tidak masalah.

“Kapan-kapan kalo main kesini nonton film saja, maraton drakor yang bikin baper.” Sheira mengusulkan. Mereka sudah kembali ke ruang baca.

“Eh, anime saja. Aku pengin nonton ulang yang voli voli itu.” Veya mengeluarkan pendapatnya. “Kalau kamu suka yang mana Ann?” Veya menatap Anna.

“Dua-duanya. Tapi lebih suka film barat, action.” Anna menjawab. Sheira dan Veya terdiam.

“Dahlah, selera film kita emang gabisa bersatu.” Sheira menepuk jidatnya.

Veya tertawa, “Yaudah, nanti nontonnya gantian aja semua. Ditonton satu-satu.”

Anna mengangguk setuju.

Sheira juga mengiyakan. “Heh btw kita out of topic loh. Ini kan cerita tentang buku-buku gitu.”

Sheira dan Anna lanjut membaca, belum bosan. Sedangkan Veya memilih untuk melihat-lihat koleksi novel Anna.

“Pulang, pergi, sama negeri-negeri ini bagus enggak Shei?” Veya bertanya.

“Menarik sih ceritanya, tapi eku enggak cocok. Soalnya bahasanya bikin mikir dulu, apalagi yang negeri-negeri itu, berat. Terus ada baku hantamnya, aku gasuka. Menurutku biasa saja.” Sheira menjawab.

“Bagus.” Anna menyahut.

“Eh, masa? Katanya Sheira biasa saja.” Veya memiringkan kepalanya, meminta penjelasan.

“Kan kata Sheira. Pokoknya bagus, dibaca aja. Bahasanya biasa saja di aku, tetap masuk ke otak. Terus ada baku hantam itu malah bikin seru. Sheira kebanyakan nonton drakor cinta-cintaan sih, jadi gasuka adegan baku hantam. Nonton drakor yang genre lain juga dong.” Anna menjelaskan panjang lebar, melirik Sheira sekilas.

“Gausah ngejek ya Ann, pendapat sama selera orang kan beda beda.” Sheira menggerutu.

Veya tertawa.

 

***

 

Sore hari. Matahari hampir terbenam. Cahayanya yang lembut membasuh halaman rumah Anna.

Sheira dan Veya sudah pulang ke rumah masing-masing. Setelah berkata ingin meminjam beberapa novel untuk dibawa pulang pada Anna, Sheira memesan ojek online. Beberapa menit kemudian kakak Veya datang untuk menjemput Veya. Veya juga meminjam novel setelah mendapat rekomendasi dari Anna. Tak lama setelah Sheira dan Veya kembali, orang tua Anna pulang ke rumah.

Hari yang terasa panjang itu berakhir. Mereka telah bermain bersama, membaca buku, tertawa, dan mengobrol bersama. Hari itu sangat menyenangkan untuk mereka bertiga.

 

Created by :

Rayhana Putri Ramadhan

Ayatundira Setyoningrum

Mecca Dzakwan 



                                - THANK YOU -

Contact

Talk to us

Hubungi kami untuk kritik dan saran

Address:

Jl. Sumpah Pemuda No.62, Kadipiro, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57136

Work Time:

Every Day

Diberdayakan oleh Blogger.

MUHADOROH KUBRO 2023

MUHADOROH KUBRO 2023        Dalam era globalisasi dan perubahan sosial yang signifikan, pemahaman tentang ajaran Islam dan bahasa sering k...

Cari Blog Ini