Rabu, 29 September 2021

GERAKAN 30 SEPTEMBER (G30S PKI)

                                    

 

   Mengenang Sejarah Singkat G30S PKI

     Sebuah pengkhianatan terbesar yang dialami bangsa Indonesia, Gerakan 30 September 1965 / PKI atau G30S/PKI. Peristiwa G 30 S PKI terjadi pada malam hari tepat waktunya saat pergantian dari tanggal 30 Septemberhari Kamis, menjadi 1 Oktober pada hari Jumat tahun 1965 tepat tengah malam dengan melibatkan Pasukan Cakrabirawa dan Anggota Partai Komunis Indonesia (PKI).

  Gerakan ini bertujuan menggulingkan pemerintahan Presiden Soekarno dan menginginkan pemerintahan Indonesia menjadi pemerintahan komunis. Gerakan 30 S PKI dipimpin oleh ketua saat itu, yaitu Dipa Nusantara Aidit atau sering dikenal dengan nama DN. Aidit. DN. Aidit gencar memberikan hasutan kepada seluruh masyarakat supaya mendukung PKI dengan iming-iming Indonesia akan lebih maju dan sentosa. DN. Aidit menurut pakar sejarah pada masa rezim Presiden Soeharto merupakan dalang utama gerakan 30 S PKI.

   Gerakan 30 S PKI bergerak atas satu komando yang dipimpin oleh Komandan Batalyon I Cakrabirawa, Letnan Kolonel Untung Syamsuri. Gerakan ini dimulai dari Jakarta dan Yogyakarta, gerakan ini mengincar Dewan Jendral dan Perwira Tinggi. Awal mula gerakan ini hanya bermaksud menculik dan membawa para Jendral dan perwira tinggi ke Lubang Buaya. Namun, ada beberapa prajurit Cakrabirawa yang memutuskan untuk membunuh Dewan Jendral dan perwira tinggi. Jendral yang dibantai oleh PKI diantaranya Jendral Ahmad Yani dan Karel Satsuit Tubun. Sisa Jendral dan perwira tinggi meninggal dunia secara perlahan karena luka penyiksaan di Lubang Buaya.

     Para Pahlawan Dewan Jendral dan Perwira Tinggi yang meninggal dunia atas kekejaman Gerakan 30 S PKI dan ditemukan di sumur Lubang Buaya adalah :

1. Jendral Anumerta Ahmad Yani (Meninggal Dunia di rumahnya, Jakarta Pusat. Rumahnya sekarang menjadi Museum Sasmita Loka Ahmad Yani)

2. Mayor Jendral Mas Tirtodarmo Haryono

3. Mayor Jendral Raden Soeprapto

4.  Jendral Donald Isaac Panjaitan

5.  Jendral Siswondo Parman

6. Brigadir Polisi Ketua Karel Satsuit Tubun (Meninggal dunia di rumahnya)

7. Brigadir Jendral Sutoyo Siswodiharjo

8.  Katamso Darmokusumo (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)

9.  Kolonel Sugiyono Mangunwiyoto (Korban G30S/PKI di Yogyakarta)

10. Ade Irma Suryani Nasution (Putri Abdul Haris Nasution, meninggal di kejadian ini)

11. Kapten Lettu Pierre Andreas Tendean (Meninggal di kediaman Jendral Abdul Haris Nasution)

    Atas kejadian yang membuat luka Bangsa Indonesia, rakyat menuntut kepada Presiden Soekarno supaya membubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Dengan rasa terpaksa akhirnya Partai PKI yang menjadi kekuatan bagi Presiden Soekarno dalam aksi “Ganyang Malaysia” di bubarkan. Selanjutnya Presiden Soekarno memberikan mandat pembersihan semua struktur pemerintahan nya kepada Mayor Jendral Soeharto yang terkenal dengan Surat Perintah 11 Maret 1966.


KARIKATUR:


CERPEN :

Eksekusi Para Pemberontak

    Kisah dimulai dengan kemunculan senandika Soleh, seorang yang ditahan Belanda setelah pemberontakan dipadamkan. Ia gelisah, menebak-nebak waktu, kapan kiranya eksekusi akan mengakhiri hayatnya. Ia lalu mengenang malam 12 November, saat aksi dijalankan. “Kawan-kawan, bertindaklah dengan serentak. Pimpin regu masing-masing dengan baik. Kita dan semua Rakyat yang kita pimpin harus yakin akan kemenangan—kemenangan buat hari depan kita rakyat yang tertindas. Kemenangan kaum yang lapar. Batavia adalah pusat kekuasaan kolonial, oleh sebab itu kita mendapat tugas besar untuk menumbangkan dan merebut kekuasaan dari tangan Belanda,” tutur seorang pimpinannya pada malam itu. Pasukan bergerak menuju kantor telepon dan menguasainya. Setelah itu mereka berencana menuju penjara Glodok. Namun, sebelum sampai ke sana, mereka keburu terkepung dan dicokok aparat kolonial. Kini Soleh dan kawan-kawannya mendekam di penjara: menunggu maut menjemput. 

      Saat ia duduk terpejam, aparat kepolisian menyeret tahanan baru dan menjebloskannya ke sel Soleh. “Akan kalian rasakan pada gilirannya nanti!” ujar polisi. Manusia-manusia kalah itu terkejut saat terdengar letusan senapan. Selang beberapa saat letusan terdengar lagi. Kawan-kawannya telah dieksekusi. Polisi datang dan memanggil Soleh. Kini saatnya ia dimangsa peluru. Sebelum benar-benar menjauhi sel, Soleh dan kawannya terlibat percakapan: saling menguatkan, saling mengingatkan bahwa kemenangan suatu saat akan memihak kepada mereka. “Sudah, sudah, jangan banyak cakap, anjing merah!” gertak polisi yang membawanya. Di lapangan tempat eksekusi, Soleh menolak matanya ditutup. Ia tatap algojo yang akan menghabisi jiwanya. Setelah peluru pertama mengoyak dadanya, ia berteriak: “Tembaklah! Tembaklah sampai peluru kalian habis untuk mengoyakkan tubuhku! Tapi komunisme tidak bisa kalian koyakkan dan kalian bunuh…!” Rentetan peluru berikutnya menghancurkan tulang rusuk dan memecahkan jantungnya. Soleh tak berkutik lagi. Kisah pun usai. 


KALIGRAFI:


PUISI:


Perjuangan


Air mata membasahi mata

Darah tergenang

Bangsa berguncang

Oh Tuhan saksikan perjuangannya


Darah-darah mengalir

Akan tetapi namamu tak berakhir

Jasatmu dingin nan kaku

Tapi wasiatmu tak lekang  waktu


Tekat elang rajawali

Bersatu untuk negeri

Kami jalankan amanah ini

Membangun Bumi Pertiwi


KOMIK:


PANTUN:

Jalan jalan ke gunung pati

Ke gunung pati beli kemiri

Kita semua harus siap mati

Demi mempertahankan NKRI






Written By:

Noval Abdillah
Muhammad Akbar Al Hafiiz Syaputra
Fairus El Had
Adi Mirza Wibawa
Rasendria Rakha Wiratmana 
Muhammad Fauzan alfatih
Rozi Rasyid Ridho 
Najmie Azkal Fahmi




0 comments:

Posting Komentar

Contact

Talk to us

Hubungi kami untuk kritik dan saran

Address:

Jl. Sumpah Pemuda No.62, Kadipiro, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57136

Work Time:

Every Day

Diberdayakan oleh Blogger.

MUHADOROH KUBRO 2023

MUHADOROH KUBRO 2023        Dalam era globalisasi dan perubahan sosial yang signifikan, pemahaman tentang ajaran Islam dan bahasa sering k...

Cari Blog Ini